Tugas pkn semester 2 yang baru pada tanggal 08-01-2013
1.
Diskripsikan pengertian hubungan internasional
2.
Apakah pentingnya / manfaat hubungan nasional
3.
Apakah makna perjanjian internasional
4.
Sebutkan macam” istilah perjanjian internasional
5.
Uraikan tahapan perjanjian
6.
Jelaskan perlunya perjanjian internasional
mendapatkan persetujuan DPR
7.
Diskripsikan pengertian perwakilan diplomatik
8.
Sebutkan perwakilan diplomatik
1. Pengertian Hubungan Internasional
Menurut RENSTRA (Rencana Strategi Pelaksanaan
Politik Luar Negeri Indonesia) adalah
hubungan antar
bangsa dalam segenap aspeknya yang
dilakukan suatu Negara yang meliputi aspek politik, ekonomi, social budaya dan
hankam dalam rangka mencapai tujuan nasional bangsa itu.
Menurut UU.
No. 37 /1999 tentang hubungan luar negeri menegaskan bahwa Hubungan Luar
Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional
yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau
lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negaraIndonesia.
Charles A.
MC. Clelland, hubungan internasional adalah studi tentang keadaan-keadaan
relevan yang mengelilingi interaksi.
Warsito
Sunaryo, hubungan internasional, merupakan studi tentang interaksi antara
jenis kesatuan-kesatuan sosial tertentu (negara, bangsa maupun organisasi
negara sepanjang hubungan bersifat internasional), termasuk studi tentang
keadaan relevan yang mengelilingi interaksi.
Hubungan Internasional merupakan kegiatan interaksi manusia antar bangsa baik
secara individual maupun kelompok, ahli hukum mengatakan bahwa hubungan
internasional adalah hubungan antara bangsa.
Tujuan Nasional Bangsa Indonesia adalah sebagaimana yang termaktub dalam
Pembukaan UUD 1945, yaitu :
1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. untuk memajukan kesejahteraan social
3. mencerdaskan kehidupan bangsa
4. untuk melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
2. Pentingnya Hubungan Internasional
Menurut
Mochtar Kusumaatmaja hubungan dan kerjasama antar bangsa itu
timbul karena adanya kebutuhan yang disebabkan oleh pembagian kekayaan alam dan
perkembangan industri yang tidak merata di dunia. Hubungan antar negara,
merupakan salah satu hubungan kerjasama yang mutlak diperlukan, karena tidak
ada satu negarapun di dunia yang tidak bergantung kepada negara lain.
Hal ini disebabkan oleh 2
faktor, yaitu :
§ Faktor internal, kekhawatiran terancam kelangsungan
hidupnya.
§ Faktor
eksternal,
§ Suatu negara tidak dapat berdiri sendiri.
§ Untuk membangun komunikasi lintas bangsa dan negara.
§ Mewujudkan
tatanan dunia baru yang damai dan sejahtera.
Disamping itu hubungan antar bangsa penting disebabkan :
1. Menciptakan hidup berdampingan secara damai.
2. Mengembangka penyelesaian masalah secara damai dan
diplomasi.
3. Membangun solidaritas dan saling menghormati antar
bangsa.
4. Berpartisipasi dalam melaksanakan ketertiban dunia
5. Menjamin kelangsungan hidup bangsa dan nrgara di tengah
bangsa-bangsa lain.
B.
Manfaat Perjanjian Internasional :
1. Diterimanya konsep
Negara kepulauan (archipelagic state)Wawasan Nusantara.
2. Penentuan Batas
Wilayah laut RI melalui Konvensi Hukum Laut Inmternasional tahun 1982, yaitu :
a. Batas wilayah 12 mil laut territorial Negara pantai dan Negara
kepulauan.
b. batas 200 mil laut ZEE (Zona Ekonimi Eksklusif).
c., pengakuan hak Negara tak berpantai utk ikut memamfaatkan sumber daya alam
dan kekayaan lautan.
3. Makna perjanjian internasional, antara Iain
sebagai berikut.
1. Konferensi Wina Tahun 1969
Perjanjian intemasional adalah
perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau Iebih yang bertujuan untuk
mengadakan akibat-akibat hukum tertentu.
2. Prof.Dr. Muchtar Kusumaatmadja, S.H .LLM
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk
menciptakan akibat-akibat hukum tertentu.
3. Dr. B. Schwarzenberger
Perjanjian internasional adalah persetujuan antara subjek hukum internasional yang menimbulkan
kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum lnternasional, dapat berbentuk
bilateral maupun multilateral. Subjek hukum yang dimaksud adalah
lembaga-lembaga internasional dan negara-negara.
4. Oppenheimer-Lauterpact
Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan
kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakan.
5. Michel Virally
Sebuah perjanjian merupakan perjanjian internasional bila melibatkan dua
atau lebih negara atau subjek internasional dan diatur oleh hukum
Internasional.
6. B. Sen
Unsur-unsur pokok dari perjanjian internasional adalah:
(a) perjanjian adalah sebuah kesepakatan; (b) kesepakatan tersebut terjadi
antarnegara termasuk organisasi internasional; dan (c) setiap kesepakatan
memiliki tujuan menciptakan hak dan kewajiban di antara para pihak yang berlaku
di dalam suasana hukum nasional.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian internasional
adalah kesepakatan antara dua atau lebih subjek hukum internasional (lembaga
internasional, negara) yang menurut hukum internasional menimbulkan hak dan
kewajiban bagi para pihak yang membuat kesepakatan.
4.
ISTILAH-ISTILAH DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL :
No
|
Nama
|
Uraian
|
Keterangan
|
1.
|
Traktat (Treaty)
|
Yaitu, perjanjian paling formal yang merupakan
persetujuan dari dua negara atau lebih.
|
Perjanjian ini khusus mencakup bidang politik dan
bidang ekonomi.
|
2.
|
Konvensi (Convention)
|
Yaitu persetujuan formal yang
bersifat multilateral, dan tidak berurusan dengan kebijaksanaan tingkat
tinggi (high policy).
|
Persetujuan ini harus
dile-galisasi oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh (plaenipotentiones).
|
3.
|
Protokol (Protocol)
|
Yaitu persetujuan yang tidak resmi dan pada umumnya
tidak dibuat oleh kepala negara.
|
Mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran
klausal-klausal tertentu.
|
4.
|
Persetujuan (Agreement)
|
Yaitu prjanjian yang berifat teknis atau admistratif
|
Agrement tidak diratifikasi karena sifatnya tidak
seresmi traktat atau konvensi.
|
5.
|
Perikatan (Arrangement)
|
Yaitu istilah yang digunakan untuk
transaksi-transaksi yang bersifat sememtara.
|
Perikatan tidak seresmi traktat dan konvensi.
|
6.
|
Proses Verbal
|
Yaitu catatab-catatan atau ringkasan-ringkasan atau
kesimpulan-kesimpulan konferensi diplomatik, atau catatan-catatan suatu
permufakatan.
|
Proses verbal tidak diratifi-kasi.
|
7.
|
Piagam (Statute)
|
Yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan oleh
persetujuan interna-sional baik mengenai pekerjaan maupun kesatuan-kesatuan
tertentu seperti pengawasan internasional yang mencakup tentang minyak atau
mengenai lapangan kerja lembaga-lembaga internaional.
|
Piagam itu dapat digunakan
sebagai alat tambahan untuk pelaksanaan suatu konvensi (seperti piagam
kebebasan transit).
|
8.
|
Deklarasi (Declaration)
|
Yaitu perjanjian internasional yang berbentuk
traktat, dan dokumen tidak resmi. Deklarasi sebagai traktat bila menerangkan
suatu judul dari batang tubuh ketentuan traktat, dan sebagai dokumen tidak
resmi apabila merupakan lampiran pada traktat atau konvensi.
|
Deklarasi sebagai persetu-juan tidak resmi bila
mengatur hal-hal yang kurang penting.
|
9.
|
Modus Vivendi
|
Yaitu dokumen untuk mencatat persetujuan
internasional yang bersifat sementara, sampai berhasil diwujudkan perjumpaan
yang lebih permanen, terinci, dan sistematis serta tidak memerlukan
ratifikasi.
|
|
10.
|
Pertukaran Nota
|
Yaitu metode yang tidak resmi, tetapi akhir-akhir
ini banyak digunakan. Biasanya, pertukaran nota dilakukan oleh wakil-wakil
militer dan negara serta dapat bersifat multilateral.
|
Akibat pertukaran nota ini timbul kewajiban yang
menyangkut mereka.
|
11.
|
Ketentuan Penutup (Final
Act)
|
Yaitu ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan
negara peserta, nama utusan yang turut diundang, serta masalah yang disetujui
konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
|
|
12.
|
Ketentuan Umum (General
Act),
|
Yaitu traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak
resmi.
|
Misalnya, LBB (Liga Bangsa-Bangsa) mengguna-kan
ketentuan umum mengenai arbitrasi untuk menyelesaikan secara damai pertikaian
internasional tahun 1928.
|
13.
|
Charter
|
Yaitu istilah yang dipakai dalam perjanjian
internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administratif.
|
Misalnya, Atlantic Charter.
|
14.
|
Pakta (Pact)
|
Yaitu istilah yang menunjukkan suatu persetujuan
yang lebih khusus (Pakta Warsawa).
|
Pakta membutuhkan ratifi-kasi.
|
15.
|
Covenant
|
Yaitu anggaran dasar LBB (Liga Bangsa-Bangsa).
|
5. Tahapan Pembuatan
Perjanjian Internasional :
Menurut
Mochtar Kusumaatmaja ada dua macam cara pembentukan perjanjian internasional :
a. Perjanjian
internasional yang dibentuk melalui 3 tahap yaitu (perundingan,
penandatanganan, ratifikasi atau pengesahan), cara ini dupakai apabila materi
atau yang diperjanjikan itu dianggap sangat penting maka perlu persetujuan DPR.
b. Perjanjian internasional yang dibentuk melalui 2 tahap yaitu (
perundingan dan penandatanganan) dipakai untuk perjanjian yang tidak begitu
penting, penyelesaian cepat, berjangka pendek, seperti Perjanjian perdagangan.
Menurut
Hukum Positif Indonesia, pada pasal 11 ayat 1 UUD 1945 dosebutkan bahwa
Presiden dengan persetujuan DPR membuat perjanjian dengan Negara lain.
Dalam Undang-undang RI No. 24 tahun 2000 ditegaskan bahwa pembuatan
perjanjian internasional dilakukan melalui tahap ( penjajakan, perundingan,
perumusan naskah, penerimaan dan penandatanganan).
Menurut
Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan tahap
pembuatan perjanjian internasional dilakuakn melalui tahap:
a.
Perundingan (Negotiation), perundingan tahap pertama tentang objek
tertentu, diwakili oleh kepla negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri
atau duta besar dengan menunjukkan Surat Kuasa Penuh (full powers)
b. Penandatanganan (Signature),
biasanya dilakukan oleh menteri luar negeri atau kepala pemerintahan.
Tapi perjanjian belum dapat diberlakukan sebelum diratifikasi oleh
masing-masing negara.
c.
Pengesahan (Ratification), Penandatanganan hanya bersifat sementara dan
harus dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan yang disebut
ratifikasi. Ratifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan
sbb:
1.
Ratifikasi oleh badan eksekutif, biasanya dilakukan oleh raja absolut dan
pemerintahan otoriter.
2. Ratifikasi
oleh badan Legislatif atau DPR,Parlemen tapi jarang digunakan.
3. Ratifikasi
campuran antara DPR (legislatif) dengan Pemerintah (Eksekutif).
6. Kritik atas Pasal
11 UUD 1945
dan UU No. 24 Tahun 2000
Berkaitan
dengan kebijakan luar negeri Indonesia dalam menjalin interaksi dengan
aktor-aktor hubungan internasional baik pada level Negara maupun non-negara,
dalam perihal perjanjian internasional, landasannya mengacu pada rujukan
konstitusi pasal 11 UUD 1945 hasil amandemen yang menegaskan sebagai berikut:
(1)
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
(2)
Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat
yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3)
Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan
undang-undang.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 11 UUD 1945 tersebut, jelas dikemukakan bahwa dalam hal
Presiden membuat perjanjian internasional, perlu ada persetujuan DPR. Namun
demikian, sebenarnya tidak semua perjanjian internasional butuh persetujuan
DPR. Sebagaimana disebutrkan dalam konstitusi tersebut, penekanan mengenai
bagian yang memerlukan persetujuan DPR adalah berkaitan:
1. Perjanjian
internasional dengan Negara lain (Pasal 11 ayat [1] UUD 1945). Jadi, setiap
perjanjian internasional yang dibuat oleh Presiden dengan Negara lain (baik
bilateral maupun multilateral) harus mendapatkan persetujuan DPR.
2.
Perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar
bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang (Pasal 11 ayat [2] UUD
1945). Perjanjian internasional lainnya disini artinya perjanjian dengan subjek
hukum internasional lainnya, misalnya dengan organisasi internasional.
Selanjutnya,
Pasal 11 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa ketentuan mengenai perjanjian
initernasional ini diatur dengan Undang-Undang. Berkaitan dengan ketentuan
tersebut, sudah tertuang dalam perundang-undangan, yaitu Undang-Undang No. 24
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Penjelasan Umum UU Perjanjian
Internasional tersebut menjelaskan bahwa Perjanjian internasional yang dimaksud
dalam undang-undang ini adalah setiap perjanjian di bidang hukum publik, yang
diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh Pemerintah dengan negara,
organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain.
Dalam UU tersebut juga
dijelaskan sebelum perjanjian internasional ini berlaku dan mengikat di
Indonesia, perjanjian internasional itu perlu disahkan. Yang dimaksud
“Pengesahan”, menurut pasal 1 angka 2 UU No. 24 Tahun 2000, adalah perbuatan
hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk
ratifikasi (ratification), aksesi
(accession), penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval).
Lebih lanjut, pasal 9 ayat (2)
UU No. 24 Tahun 2000 menyatakan bahwa pengesahan perjanjian internasional dilakukan
dengan undang-undang atau keputusan presiden. Penjelasan pasal 9 ayat (2) UU
Perjanjian Internasional menyatakan bahwa: Pengesahan perjanjian internasional
dengan undang-undang memerlukan persetujuan DPR; adapun Pengesahan dengan
keputusan Presiden selanjutnya diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.…. Catatan: Setelah diundangkannya
UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
khususnya pada ketentuan pasal 46 ayat (1) huruf c butir 1, pengesahan
perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain atau badan
internasional tidak lagi dapat dilakukan dengan Keputusan Presiden (Keppres)
tapi dengan Peraturan Presiden (“Perpres”).
Jadi, menurut ketentuan UU No.
24 Tahun 2000 tersebut, persetujuan DPR diberikan pada saat perjanjian
internasional akan disahkan menjadi Undang-Undang, bukan sebelum
penandatanganan perjanjian internasional. Berikutnya, bahkan disebutkan
perjanjian internasional yang mendapat pengesahan Presiden cukup diberitahukan
saja kepada DPR. Ketentuan itu secara jelas sebenarnya mengabaikan pentingnya
peranan lembaga legislative dan bahkan elemen masyarakat sipil.
7. Pengertian Perwakilan Diplomatik
Perwakilan Diplomatik adalah perwakilan yang kegiatannya mewakili negaranya
dalam melaksanakan hubungan diplomatik dengan negara penerima atau suatu
organisasi internasional.
Menurut keppres No. 108 Tahun 2003 ttg Organisasi Perwakilan Diplomatik RI di Luar Negeri: Perwakilan diplomatik adalah kedutaan besar RI dan Perutusan Tetap RI yang melakukan kegiatan diplomatik di seluruh wilayah negara penerima dan/atau pada organisasi internasional untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara dan pemerintah RI.
Perwakilan Konsuler adalah Konsulat Jenderal RI dan Konsulat RI yang melakukan kegiatan konsuler di wilayah kerja di dalam wilayah negara penerima untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan pemerintah RI.
Menurut keppres No. 108 Tahun 2003 ttg Organisasi Perwakilan Diplomatik RI di Luar Negeri: Perwakilan diplomatik adalah kedutaan besar RI dan Perutusan Tetap RI yang melakukan kegiatan diplomatik di seluruh wilayah negara penerima dan/atau pada organisasi internasional untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara dan pemerintah RI.
Perwakilan Konsuler adalah Konsulat Jenderal RI dan Konsulat RI yang melakukan kegiatan konsuler di wilayah kerja di dalam wilayah negara penerima untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan pemerintah RI.
8. Diplomatik yang ada di suatu negara
dipimpin oleh kepala misi diplomatik.
Kepala misi diplomatik dibagi menjadi beberapa golongan dan Pelaksanaan peranan perwakilan diplomatik guna membina
hubungan dengan negara lain, menurut ketetapan Konggres
Wina Tahun 1815 dan Konggres
Aux La Chapella 1818(Konggres Achen), dilakukan oleh perangkat-perangkat
berikut :
No
|
Nama
|
Uraian
|
Keterangan
|
1.
|
Duta Besar Berkuasa Penuh(Ambassador)
|
Adalah tingkat tertinggi dalam perwakilan diplomatik
yang mempunyai kekuasaan penuh dan luar biasa.
|
Ambassador ditempatkan pada negara yang banyak
menjalin hubungan timbal balik.
|
2.
|
Duta (Gerzant)
|
Adalah wakil diplomatik yang pangkatnya lebih rendah
dari duta besar.
|
Dalam menyelesaikan segala persoalan kedua negara
dia harus berkonsultasi dengan pemerintahnya.
|
3.
|
Menteri Residen
|
Seorang Menteri Residen dianggap bukan sebagai wakil
pribadi kepala negara. Dia hanya mengurus urusan negara.
|
Mereka ini pada dasarnya tidak berhak mengadakan
pertemuan dengan kepala negara di mana mereka bertugas.
|
4.
|
Kuasa Usaha(Charge de Affair)
|
Kuasa Usaha yang tidak diperban-tukan kepada kepala
negara dapat dibedakan atas :
·
Kuasa Usaha
tetap menjabat kepala dari suatu perwakilan,
·
Kuasa Usaha
sementara yang melaksanakan pekerjaan dari kepala perwakilan, ketika pejabat
ini belum atau tidak ada di tempat.
|
Fungsi :
Mewakili negara
pengirim di dalam negara penerima,
Melindungi
kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di dalam negara penerima di
dalam batas – batas yang diizinkan oleh hukum internasional,
Berunding dengan
negara penerima,
Mengetahui
menurut cara – cara yang sah keadaan – keadaan dan perkembangan di dalam
negara penerima, dan melaporkannya kepada Pemerintah negara pengirim,
Memajukan
hubungan persahabatan antara negara pengirim dengan negara penerima, dan
membangun hubungan – hubungan ekonomi, kebudayaan, dan ilmiah.
|
5.
|
Atase-Atase
|
Adalah pejabat pembantu dari Duta Besar berkuasa
penuh. Atase terdiri atas 2 (dua) bagian :
·
Atase
Pertahanan
Atase ini dijabat oleh seorang perwira TNI yang
diperban-tukan Departemen Luar Negeri dan ditempatkan di Kedutaan Besar
Republik Indonesia (KBRI), serta diberikan kedudukan sebagai seorang
diplomat.
|
Tugasnya yaitu memberikan nasihat di bidang militer
dan pertahanan keamanan kepada duta besar berkuasa penuh.
|
·
Atase Teknis
Atase ini, dijabat oleh seorang
pegawai negeri sipil tertentu yang tidak berasal dari lingkungan Departemen
Luar Negeri dan ditempatkan di salah satu KBRI untuk membantu Duta Besar.
|
Dia berkuasa penuh dalam melaksanakan tugas-tugas
teknis sesuai dengan tugas pokok dari departemennya sendiri.
Misalnya, Atase Perdagangan, Atase Perindustrian,
Atase Pendidikan dan Kebudayaan.
|
Prinsip dasar
hubungan internasional
hubungan antar bangsa dapat
dikelompokkan kedalam :
1. Hubungan subordinasi
yaitu hubungan dua negara atau lebih yang tidak sederajat, hubungan ini karena
negara yang satu dalam jajahan negara lain, contohnya hubungan antara Indonesia
– Belanda di era pra1945, atau ketergantungan negara satu dengan negara lain,
contohnya Malaysia dengan Inggris.
2. Hubungan ordinasi yaitu hubungan dua negara atau lebih yang sederajat,
hubungan ini digambarkan hubungan dua negara yang saling mengutungkan dengan
tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing.
Dalam
UU No. 24 tahun 2004, huku positif Indonesia pada pasal 4 disebutkan pembuatan
perjanjian internasional didasarkan dengan kesepakatan bersama dan dengan
itikat baik serta berpedoman pada kepentingan nasional yang didasarkan pada
prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan
dan memperhatikan kepentingan nasional dan hukum internasional yang berlaku
Sumber : ASLI NGERJAIN SENDIRI !!!!! .
Link Download Disini
sayangnya tidak bisa di copas
ReplyDelete