Friday 16 November 2012

Rhesus


Golongan darah adalah pengklasifikasian darah dari suatu individu berdasarkan ada atau tidak adanya zat antigen warisan pada permukaan membran sel darah merah. Hal ini disebapkan karena adanya perbedaan jeniskarbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah tersebut. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisisgagal ginjalsyok, dan kematian.
Risiko Rhesus Darah Berbeda Antara Ibu dan Bayi!!
Mengandung, melahirkan dan membesarkan anak merupakan salah satu kebahagiaan yang besar bagi wanita. Banyak pasangan yang mengharapkan keturunan, namun tak jarang beberapa wanita mengalami keguguran berulang atau bayi lahir mati, sehingga sang buah hati urung ditimang. Penyebab keguguran berulang dan bayi lahir mati sangat banyak, salah satunya ialah ketidak cocokan rhesus (rhesus inkontabilita).
            Di dunia medis dikenal banyak sekali cara penggolongan darah. Namun yang biasanya dipertimbangkan hanya dua cara penggolongan, yaitu sistem ABO dan faktor rhesus. Biasanya masyarakat Indonesia cukup akrab dengan sistem ABO. Yaitu penggolongan darah yang terdiri dari golongan darah A, B, AB dan O. Tapi mengenai faktor rhesus, sepertinya sedikit sekali masyarakat kita yang mengetahuinya, walaupun rhesus sangat penting dalam masalah darah.
            Rhesus, merupakan penggolongan atas ada atau tidak adanya antigen-D. Antigen-D pertama dijumpai pada sejenis kera yang disebut Rhesus pada tahun 1937, dari kera inilah sebutan rhesus diambil. Orang yang dalam darahnya mempunyai antigen-D disebut rhesus positif, sedang orang yang dalam darahnya tidak dijumpai antigen-D, disebut rhesus negatif. Pada jaman dahulu dalam transfusi darah, asal golonganya sama, tidak dianggap ada masalah lagi. Padahal, bila terjadi ketidak cocokan rhesus, bisa terjadi pembekuan darah yang berakibat fatal, yaitu kematian penerima darah.
            Dengan kemajuan teknologi screening darah, maka sekarang ketidak cocokan rhesus dalam transfusi hampir bisa dibilang tidak ada lagi. Orang-orang dengan rhesus negatif mempunyai sejumlah kesulitan karena diseluruh dunia ini, memang orang dengan rhesus negatif relatif lebih sedikit jumlahnya. Pada orang kulit putih, rhesus negatif hanya sekitar 15%, pada orang kulit hitam sekitar 8%, dan pada orang asia bahkan hampir seluruhnya merupakan orang dengan rhesus positif.
            Di Indonesia, kasus kehamilan dengan rhesus negatif ternyata cukup banyak dijumpai. Umumnya dijumpai pada orang-orang asing atau orang yang mempunyai garis keturunan asing seperti Eropa dan Arab, walaupun tidak langsung. Ada juga orang yang tidak mempunyai riwayat keturunan asing, namun jumlahnya lebih sedikit.

KEHAMILAN DENGAN RHESUS NEGATIF

            Mengapa dalam kehamilan faktor rhesus sangat penting? Ada atau tidaknya antigen-D dalam darah seseorang sangat berpengaruh pada kehamilan. Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dari pasangan yang mempunyai rhesus positif, maka ada kemungkinan sang bayi mewarisi rhesus sang ayah yang positif. Dengan demikian akan terjadi kehamilan rhesus negatif dengan bayi rhesus positif. Hal ini disebut kehamilan dengan ketidak cocokan rhesus.
            Efek ketidak cocokan bisa mengakibatkan kerusakan besar-besaran pada sel darah merah bayi yang disebut erytroblastosis foetalis dan hemolisis. Hemolisis ini pada jaman dahulu merupakan penyebab umum kematian janin dalam rahim, disamping hydrop fetalis, yaitu bayi yang baru lahir dengan keadaan hati yang bengkak, anemia dan paru-paru penuh cairan yang dapat mengakibatkan kematian. Selain itu kerusakan sel darah merah bisa juga memicu kernikterus (kerusakan otak) dan jaundice(bayi kuning/hiperbilirubinimia),gagal jantung dan anemia dalam kandungan maupun setelah lahir.
            Karena hati bayi yang baru lahir belum cukup matang, maka ia tak dapat mengolah sel darah merah yang rusak (bilirubin) ini dengan baik untuk dikeluarkan oleh tubuhnya, sehingga terjadi hiper bilirubin/bayi kuning. Selain itu sang hati pun akan bekerja terlalu keras sehingga mengakibatkan pembengkakkan hati dan dibanjirinya paru-paru dengan cairan. Karena produk perusakan sel darah merah adalah racun bagi otak maka terjadi kernicterus (kerusakan otak). Selain itu sumsum bayi yang belum matang tak dapat mengganti sel darah merah dengan cukup cepat, maka ia akan kembali melepaskan sel darah merah yang belum matang dalam sirkulasi darah (reticulocytes dan erythroblast). Dalam kondisi ini sang ibu tetap aman karena bilirubin yang masuk dalam sirkulasi darahnya lewat plasenta akan dikeluarkan oleh sistem metabolismenya.

APA PENYEBAB KETIDAK COCOKAN RHESUS?

            Ibu dan bayi mempunyai sirkulasi darah masing-masing yang terpisah. Aliran darah bertemu sangat dekat di plasenta, yang hanya dipisahkan oleh sehelai sel tipis. Hal ini memungkinkan adanya kebocoran kecil darah janin kedalam sirkulasi darah ibu, sehingga darah ibu tercampur sedikit darah janin.
            Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dengan rhesus positif, hal ini berarti darah janin yang mengandung antigen-D, masuk dalam darah ibu yang tidak mengandung antigen-D. Karena perbedaan ini, tubuh ibu mengisyaratkan adanya benda asing yang masuk dalam darah. Karena itu tubuh ibu kemudian memproduksi antibodi untuk menghancurkan mahluk asing yang beredar dalam darah tersebut. Produksi antibodi ini sama seperti produksi antibodi kebanyakan manusia bila ada zat asing dalam tubuh, seperti misalnya produksi antibodi ketika seseorang diimunisasi cacar. Sehingga sekali antibodi tercipta, maka antibodi ini akan ada seumur hidup.
            Produksi antibodi ini untuk melindungi ibu agar bila zat asing itu muncul kembali, maka tubuh ibu dapat menyerang dan menghancurkanya, hal ini untuk keselamatan sang ibu sendiri.
Produksi antibodi ini sangat lambat, karena itu masalah ketidak cocokan rhesus sangat jarang dijumpai pada kehamilan pertama, karena antibodi belum terbentuk kecuali pada kasus tertentu. Misalnya ibu sudah mempunyai antibodi akibat dari transfusi darah yang mengandung antigen-D sebelumnya.
            Kalaupun telah terjadi kebocoran darah janin, maka jumlah antibodi tersebut belum cukup membahayakan si janin. Paling jauh dari kebocoran pada kehamilan pertama terhadap bayi tersebut sang bayi akan menjadi kuning setelah dilahirkan. Pada kehamilan kedua dan berikutnya, bila ibu kembali mengandung bayi dengan rhesus positif, antibodi yang telah terbentuk akan mengenali darah bayi sebagai zat asing. Mereka menjalankan tugasnya dengan menyerang zat tersebut, yang mengakibatkan perusakan sel darah merah bayi.
            Sel pembatas plasenta yang memisahkan sirkulasi darah ibu dan janin memiliki pori yang teramat kecil, sehingga darah tak dapat melaluinya, karena ukuran sel darah yang lebih besar. hal ini mencegah mengalirnya darah ibu ke janin, atau sebaliknya. Namun karena ukuran antibodi yang teramat kecil, antibodi dapat melewati sel pembatas ini dan memasuki sirkulasi darah bayi, dan menjalankan tugasnya.

DIAGRAM KEHAMILAN DENGAN KETIDAK COCOKKAN RHESUS:


1. Wanita dengan rhesus negatif yang mendapat pasangan pria dengan rhesus positif kemungkinan akan mengandung bayi dengan rhesus positif.Gb. 1
2. Darah janin yang mengandung rhesus positif memasuki sirkulasi darah ibu yang memiliki rhesus negatif. Gb. 2
3. Darah janin yang memasuki sirkulasi darah ibu tanpa injeksi RhoGam akan memicu terciptanya antibodi dalam tubuh ibu. Gb. 3
4. Antibodi menyeberang ke sirkulasi darah janin dan menghancurkan sel darah merah janin, yang mengakibatkan serangkaian penderiataan bagi janin. Gb. 4

PEMICU TERBENTUKNYA ANTIBODI TERHADAP ANTIGEN-D

* Kebocoran darah janin. Kebocoran darah janin kedalam sirkulasi darah ibu terjadi pada hampir 75% persalinan. Karena pada saat persalinan rahim yang berkontraksi akan mengganggu sel pembatas yang tipis tersebut. Selain itu terkadang pada usia kehamilan 28 minggu bisa juga terjadi kebocoran darah janin ke sirkulasi darah ibu. Selain pada persalinan, bisa juga pada kasus keguguran dan aborsi serta terminasi.
* Transfusi darah yang mengandung antigen-D pada penerima yang merupakan orang dengan rhesus negatif.
* Pada proses amniosentesis.
Eritroblastosis Fetalis: Resiko Laki-Laki Indonesia Menikah Dengan Wanita Bule
Eritroblastosis fetalis adalah suatu kelainan berupa hemolisis (pecahnya sel darah merah) pada janin yang akan nampak pada bayi yang baru lahir karena perbedaan golongan darah dengan ibunya. Perbedaan faktor golongan darah ini akan mengakibatkan terbentuknya sistem imun (antibodi) ibu sebagai respon terhadap sel darah bayi yang mengadung suatu antigen. Eritroblastosis fetalis biasanya terjadi apabila bayi bergolongan darah rhesus positif sedangkan ibu bergolongan darah rhesus negatif. perhatikan bahwa eritrosit anak golongan Rh+ digumpalkan oleh antibodi ibu (warna putih) yang bergolongan Rh- ketika dalam kandungan
Golongan Darah Rhesus
            Sistem rhesus membedakan darah menjadi dua golongan, yaitu golongan darah rhesus positif yangmengandung antigen rhesus dan golongan darah rhesus negatif yang tidak mengandung antigen rhesus. Apabila antigen rhesus pada darah rhesus positif masuk ke dalam sirkulasi darah rhesus negatif, maka tubuh orang rhesus negatif akan membentuk antibodi untuk melawan antigen dari darah rhesus positif tadi. Antibodi adalah suatu protein yang berfungsi menyerang dan menghancurkan sel-sel yang dianggap benda asing atau membawa benda asing atau membawa benda asing (antigen).
            Contohnya adalah, apabila ada donor darah dari darah rhesus positif yang diberikan kepada resipien yang berdarah rhesus negatif, maka pada tubuh resipien akan mengalami pembekuan darah. Hal ini tidak membantu, tapi justru merugikan resipien karena ginjalnya akan bekerja lebih keras membersihkan darah yang membeku.
Hal sebaliknya tidak terjadi apabila darah rhesus negatif didonorkan pada resipien berdarah rhesus positif; tidak terjadi pembekuan darah karena darah dari donor tidak mengadung antigen rhesus.
Kembali pada Eritroblastosis Fetalis
            Eritroblastosis fetalis terjadi apabila seorang laki-laki yang bergolongan darah rhesus positif menikah dengan wanita yang bergolongan darah rhesus negatif, maka anak mereka kemungkinan besar bergolongan darah rhesus positif karena faktor rhesus bersifat dominan secera genetika.
Kasus eritroblastosis fetalis biasanya terjadi pada kehamilan anak kedua dan seterusnya jika semua anak bergolongan rhesus positif.
            Pada kehamilan pertama darah janin tidak banyak yang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu sehingga tidak terbentuk antibodi pada tubuh ibu, baru pada saat melahirkan darah janin banyak masuk ke dalam sirkulasi darah ibu. Terbentuknya antibodi setelahnya tidak berpengaruh karena bayi sudah terlahir. Pada kehamilan berikutnya janin dalam keadaan yang lebih berbahaya karena antibodi ibu yang terbentuk setelah proses kelahiran sebelumnya menyerang sel darah janin yang mengadung antigen. Akibatnya sel-sel darah janin mengalami hemolisis (pecah) hebat. Hemolisis menyebabkan bayi mengalami anemia. Tubuh bayi akan merespon kekurangan sel darah merah ini dengan melepaskan sel darah merah yang masih muda yang disebut eritroblas ke dalam sirkulasi darahnya (makanya disebuteritroblastosis fetalis; fetal = fetus = janin).
            Orang Asia pada umumnya bergolongan darah rhesus positif, di Indonesia hanya 0,5 % saja yg bergolongan darah rhesus negatif. Berbeda dengan orang bule (Amerika, Eropa, dan Australia) yang lebih banyak bergolongan darah rhesus negatif (15%-18%). Jadi apabila laki-laki Indonesia yang mayoritas rhesus positif menikah dengan wanita bule yang kemungkinan rhesus negatif, anaknya beresiko mengalami eritroblastosis fetalis


Cara Meminimalisasi Eritroblastosis Fetalis
            Apabila diketahui ayah bergolongan rhesus positif dan ibu rhesus negatif, sebaiknya dilakukan pemantauan berkala antibodi yang terbentuk dalam darah ibu. Bila memungkinkan dapat dilakukan amniosintesis atau pengambilan darah janin dari umbilical cord sehingga golongan darah janin dapat diketahui. Apabila ada tanda bahaya dan kehamilan telah berusia 32-34 minggu hendaknya kehamilan segera diakhiri dengan segera melakukan kelahiran.
Terungkap mengapa Monyet Kebal AIDS
            Beberapa spesies monyet asal Afrika seperti Sooty Mangebey (Cercocebus atys) diketahui memiliki mekanisme pertahanan alami yang mencegah mereka terinfeksi AIDS. Primata ini dilaporkan dapat terinfeksi virus SIV tanpa berkembang menjadi AIDS meski jumlah virusnya sangat banyak. Fenoma yang biasa dikenal sebagai natural host tersebut saat ini tengah diteliti para ilmuwan untuk mempelajari pengembangan obat-obatan HIV/AIDS untuk manusia.
           
Para ilmuwan menemukan pada tubuh monyet-monyet tersebut terjadi regenerasi sel-T, tipe sel darah putih yang membuat sistem imun mampu melawan infeksi kuman atau virus. Secara khusus diketahui monyet sooty mangabey yang terinfeksi oleh SIV (simian immunodeficiency virus) atau virus kerabat HIV pada satwa primata, mampu menjaga level CD4 dan sel-T melalui regenarasi yang pesat dari CD4 dan sel T yang polos atau belum terekspos racun dan senyawa lain yang merangsang produksi antibodi.
            Hasil riset tersebut bisa menjelaskan mengapa SIV dan HIV bisa menyebabkan AIDS pada primata lainnya, termasuk pada manusia. Dalam penelitian ini para ilmuwan dari Yerkes National Primate Research Center, Atlanta, membandingkan sooty mangabey dengan monyet rhesus yang terinfeksi SIV.
"Walaupun kedua spesies itu menunjukkan pertambahan sel CDH4 dan sel T, namun pada monyet rhesus tampak

regenerasi CD4 sel T naif yang lebih lambat," kata Mirko Paiardini, salah seorang peneliti.



Golongan darah sistem MN
            Golongan darah sistem MN diperkenalkan oleh K.Landsteiner dan P.Levine pada 1927. Golongan darah tersebut dibagi menjadi 3 yaitu, golongan darah M, N, dan MN. Golongan darah ini tidak begitu diperhitungkan dalam dunia medis karena tidak ada kasus aglutinasi seperti yang dapat terjadi pada sistem ABO. Oleh karena itu, meski terjadi ketidaksesuaian golongan darah antara resipien dan donor pada saattransfusi, tidak akan berakibat fatal bagi resipien. Penentuan jenis golongan darah pada sistem MN juga berdasarkan pada ada tidaknyaaglutinogen pada sel darah merah, tetapi tidak dikenal adanya agglutinin. Jumlah alelyang menentukan golongan darah seseorang hanya ada 2, yaitu IM dan IN. Kedua alel tersebut bersifat kodominan.


                                                                                               

contoh perkawinan golongan N dan MN

Penggolongan darah pada manusia maupun hewan selain dengan sistem ABO, juga dapat digolongkan berdasarkan sistem MN. Hal ini didasarkan pada hasil penemuan antigen baru oleh K. Landsteiner dan P. Levine pada tahun 1927 pada eritrosit. Antigen ini oleh Landsteiner dan Levin diberi nama antigen M dan antigen N. Sama halnya dengan sistem ABO, apabila di dalam eritrosit sobat terdapat antigen M maka golongan darah sobat disebut golongan darah M, apabila di dalam eritrosit sobat terdapat antigen N maka golongan darah sobat disebut golongan darah N, dan apabila sobat memiliki kedua antigen tersebut (MN) maka sobat bergolongan darah MN. Jika pada sistem ABO saya menggunakan lambang I, maka pada penjabaran sistem MN ini saya akan menggunakan huruf L sebagai simbol/lambang untuk penulisan genotif, merupakan huruf yang diambil dari huruf awal Landsteiner. Di dalam eritrosit, antigen M dan N dikendalikan oleh sebuah gen yang memiliki alela ganda, yaitu alela LM yang mengendalikan antigen M dan alela LN yang mengendalikan antigen N. Pada penggolongan darah MN ini tidak terdapat dominansi antara alela LM dan alela LN, artinya apabila seseorang memiliki kedua antigen tersebut (M dan N) maka orang itu bergolongan darah MN. Untuk pewarisan golongan darah MN parental kepada filiusnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
No.
Parental
Genotif
Gamet
Filius
Golongan Darah
Persentase
1.
Ayah
MN
LLN
LM LN
LLM
M
25%
Ibu
MN
LLN
LM LN
2 LLN
2 MN
50%
LLN
N
25%
2.
Ayah
MN
LLN
LM LN
LLN
MN
50%
Ibu
N
LLN
 LN
LLN
N
50%

Bagaimana halnya dengan transfusi darah ?

Masih bisa melakukan transfusi darah kok. Misalnya kamu bergolongan darah M pada sistem MN. kamu tetap dapat melakukan atau pun mendonorkan darah kamu ke orang yang bergolongan darah M, N, dan atau pun MN. Kenapa demikian ?
Karena di dalam plasma darah tidak terbentuk zat anti-M atau zat anti-N sehingga tidak akan pernah terjadi bahaya aglutinasi (penggumpalan darah). Jadi aman ko.
But...dalam kasus seperti ini, golongan darah sistem ABO harus tetap diperhatikan.






No comments:

Post a Comment